Mat Kodak Indonesia Telah Berpulang - Ed Zoelverdi


http://www.vivaborneo.com
Pagi ini saya mendapat kabar,"Pak Ed meninggal dunia". Saya memang tidak mengenal beliau secara akrab. Saya juga tidak hidup di awal-awal tahun beliau berkarir. Tapi ketika saya ingat buku beliau "Mat Kodak Melihat Untuk Sejuta Mata", ilmu memang tidak pernah ikut mati. 
Pak Ed lahir di Banda Aceh, 12 Maret 1943. Justru karirnya dimulai bukanlah sebagai seorang fotografer. Ia semula bekerja sebagai pelaksana tata letak di harian KAMI pada tahun 1960. Pada tahun 1968 ia mencoba memotret acara pembukaan Taman Ismail Marzuki di tahun yang sama dengan kamera pinjaman Rais Abin, seorang perwira tinggi AD. 

Pada tahun 1969 hingga 1970 pak Ed dikontrak Taman Ismail Marzuki sebagai pemotret. Justru sebagai seorang fotografer dirinya tidak belajar fotografi secara formal. Hasil kerja kerasnya berupa uang yang ia dapat berasal dari suplai foto ke beberapa penerbit di Jakarta. seperti Harian Merdeka, Pedoman, Angkatan Bersenjata, Indonesia Raya, Majalah Selecta, dan Vista.

Pada perkembangannya kemudian, Pak Ed menjadi Kepala Departemen Fotografi Majalah Berita Mingguan Tempo periode 1971 hingga 1994. Dirinya juga sering diundang menjadi juri foto pada tingkat nasional dan internasional, Pak Ed juga memberi ceramah fotografi di banyak tempat. Terakhir, di tahun 1985, ia menjadi juri pemilihan foto terbaik majalah Asiaweek, Hong Kong. Tahun itu pula PT Grafitipers menerbitkan buku Ed Zoelverdi, "Mat Kodak, Melihat untuk Sejuta Mata".

Pak Ed adalah seorang fotografer yang tidak pernah sungkan untuk berbagi ilmu kepada yang lain. Dalam laman Tempo.co wartawan senior Fikri Jufri mengatakan,"Dia luar biasa. Dia banyak mengajari wartawan fotografi Tempo yang lain".  Sementara masih di laman yang sama, mantan Redaktur Fotografi Majalah Tempo periode 1987 hingga 1992, Yudhi Soeryatmojo mengaku banyak mendapat inspirasi dari Mat Kodak, julukan Pak Ed."Di kalangan fotografer dia juga mempunyai kelebihan  pinter menulis. Bagi saya, dia inspiratif dalam fotografi dan menulis,"kata Yudhi.

Yudhi menambahkan, Pak Ed telah mengenalkan warna baru dalam fotografi, yaitu esai foto. Menurutnya, Pak Ed menawarkan cara berbeda dalam memotret peristiwa. "Tidak hanya sisi brutal (peristiwa), tapi ada hal-hal unik yang diambil,” kata Yudhi. Ide itulah yang kemudian menginspirasi banyak fotografer lain. Di kalangan rekan seprofesi, Mat Kodak dikenal berkepribadian percaya diri dan selalu yakin dengan apa yang dilakukan, sehingga ia dihormati dan disegani rekan-rekannya".

Yudhi-pun mengagumi karya fotografi Pak Ed yaitu peristiwa Malari 1974."Dia tidak hanya memasang foto berderet, tapi foto itu ditata secara menarik baik visual maupun ceritanya. Itu sangat luar biasa, apalagi saat itu kualitas cetak dan kertas belum seperti sebagus sekarang," tambah Yudhi. 

Juru foto kawakan ini meninggal dunia pada pukul 2 dini hari, di rumah duka Jalan Mirah Delima II/5, Sumur Batu. Selamat jalan Pak Ed, Ilmu Anda tidak akan pernah ikut hilang. 




Penghargaan
Menerima Adam Malik Award (Anugerah Adam Malik) untuk pengabdian di bidang fotografi (1987).
Pengalaman
Pengalaman umum: Jurnalis, Fotografer, Konsultan Media Publikasi, Kolomnis. Pengalaman Spesifik: Dosen Tamu pada Universitas Negeri Jakarta untuk matakuliah Fotografi Jurnalistik (2008). Editor Senior Lionmag — the inflight magazine of Lion Air (2007-sekarang). Dosen Luar Biasa pada FISIP UI untuk matakuliah Jurnalistik (Foto & Tulis) (2002-sekarang). Mengajar di FISIP Universitas Hamka Jakarta, untuk Pendidikan Dasar Jurnalistik Foto (2002-2007). Instruktur bidang Jurnlistik Foto di Lembaga Pers Dr. Soetomo, Jakarta (1991-2001). Staf editor majalah berita mingguan Gatra (1995-2000). Staf editor majalah berita mingguan Tempo (1971-1994). Efektif sebagai editor foto (1976-1985). Editor foto dan perancang buku foto Minangkabau (24 x 34 cm, 240 halaman) (1991). Bersama 40 fotografer Asia, Eropa dan Amerika yang disebut sebagai 'Tim Fotografer Dunia', mengerjakan foto untuk buku A Salute to Singapore — esai fotografi memperingati 25 tahun konstitusi Negara Pulau itu (1984). Dimajalah Tempo mulanya mengurus rubrik Daerah-Kota-Desa hingga (1971 - 1975); lalu ditugaskan sebagai Editor Foto, selang-seling memegang rubrik Suka Duka, Pokok & Tokoh, Indonesiana, Perilaku, serta Duniasiana (1975). Berperan dalam proses awal penerbitan majalah berita bergambar Ekspres (1976) Asisten Director of Photography dalam pembuatan film Dunia Belum Kiamat yang disutradarai Nya’Abbas Akup (1970). Jurukamera dan editor 5 film pendek (16 mm) untuk acara Arus & Lembaran Kehidupan asuhan Dewi Rais Abin di TVRI Jakarta; memotret acara-acara di Taman Ismail Marzuki untuk dokumentasi Pusat Kesenian & Dewan Kesenian Jakarta (1969 - 1970) karikaturis di surat kabar Harian KAMI, lalu mengerjakan lay out, kemudian masuk sebagai wartawan: menulis dan memotret. Juga mengasuh kolom khusus Jangan Dilewatkan dengan nama pena Batara Odin dan Matoari (1967 - 1971). mulai bekerja di persurat-kabaran sebagai pembantu lepas untuk gambar pena di harian Duta Revolusi, dan mingguan Abad Muslimin, Jakarta (1965 - 1966). mengerjakan desain poster film Liburan Seniman produksi Perfini (1965). reporter lepas RRI Jakarta untuk acara Kebudayaan asuhan Wiratmo Soekito (1964). pegawai sekretariat perusahaan pelayaran “Djakarta Lloyd” Jakarta (1962-1963).

Posting Komentar

0 Komentar